Tidak terasa, 11 hari telah berlalu di tahun 2017 ini. Hari berganti hari dan perubahan demi perubahan terus terjadi. Kini, semakin banyak orang berduyun-duyun untuk bermigrasi ke lingkungan Internet dengan berbekal harapan untuk meraih sukses yang lebih besar.

Mereka bagaikan Christopher Columbus yang berlayar mengelilingi dunia untuk menemukan daratan baru. Meski awalnya masih abstrak dan belum terbayang, Columbus akhirnya menemukan benua Amerika setelah mengarungi samudera raya pada tahun 1492.

Demikian pula, orang-orang muda yang percaya bahwa internet akan menghadirkan lingkungan bisnis yang baru dengan skalabilitas yang luas tanpa batas di bandingkan dengan jangkauan bisnis klasik. Oleh karena itu, mereka terus berusaha untuk bermigrasi ke lingkungan internet dan berpacu dengan waktu untuk berinovasi, agar semua prosedur bisnis yang manual dapat segera diotomatisasikan.

Langkah-langkah konkrit untuk mewujudkan harapan itu, antara lain dengan membuka bisnis-bisnis rintisan (baca: startup) dalam berbagai bidang. Mereka terus berusaha untuk mengembangkan pelbagai sistem bisnis online guna mewujudkan lingkungan bisnis yang baru.

 

Beda Nilai

Pola bisnis baru yang dioperasikan secara online telah menawarkan nilai baru kepada pelanggan sebagai mana diungkap Hermawan Kertajaya (2003) seorang pakar di bidang bisnis dan kewirausahaan. Ia berpandangan bahwa sistem ekonomi berbasis internet akan mengubah cara perusahaan dioperasikan dan memberi nilai kepada pelanggan.

Pada bisnis klasik, nilai suatu produk ditentukan oleh pengalaman dan profesionalitas perusahaan yang memproduksi, sehingga perusahaan-perusahaan klasik menonjolkan sejarah berdirinya. Semakin lama perusahaan itu berdiri, maka perusahaan dan produknya semakin bernilai. Selain itu, nilai juga ditentukan oleh besarnya ukuran produk, banyaknya isi yang terkandung dan keunikan kemasan dalam penyajian. Namun bisnis di lingkungan internet memiliki nilai yang berbeda. Di mana, pelanggan dapat menerima kehadiran perusahaan-perusahaan baru, asal perusahaan itu menawarkan produk-produk yang memberi solusi, menjawab kebutuhannya, menawarkan kecepatan dalam melayani, selalu menghadirkan produk-produk yang berkesan futuristik, modern dan terkini.

Oleh karena itu, bila dicermati, eforia migrasi terjadi pertama-tama dipicu oleh harapan akan lingkungan bisnis yang baru yang dipercaya lebih menguntungkan dan lebih hebat. Harapan baru itu telah membuat banyak orang berani melangkah meskipun nilai mereka berbeda dengan generasi sebelumnya.

Ada seorang teman yang pulang dari kuliah S2 Bisnis di Amerika. Lalu, ia ingin segera menerapkan segala kecanggihan teknologi informasi dalam usaha orang tuanya. Ia pun segera mengotomatisasikan prosedur bisnis dan membangun web untuk melayani dan menjangkau para pelanggan. Setelah menghabiskan biaya investasi teknologi dalam jumlah besar, tingkat penjualannya masih tertinggal jauh dari cara-cara klasik yang diterapkan orang tuanya.

Pengalaman lain, dalam suatu kelas e-Business, tidak sedikit dari antara mahasiswa yang telah membangun atau mengembangkan bisnis online. Beberapa di antaranya mengembangkan toko online untuk menjual baju. Menurut mereka, tingkat penjualan per-bulannya sangat tinggi alias ramai. Dimana rata-rata, mereka dapat menjual 100-150 potong pakaian per bulan. Sejurus kemudian, mereka diajak untuk membandingkannya dengan tingkat penjualan para pedagang di pasar tradisional. Sesampai di pasar, mereka pun segera melakukan investigasi dengan mewawancarai pedagang pakaian. Seorang ibu penjual pakaian batik mengeluhkan bahwa dibandingkan era 20 tahun yang lalu, kini penjualan baju turun drastis. Di masa lalu, ibu itu dapat menjual antara 8.000-10.000 potong pakaian per bulan. Namun kini, ibu itu hanya dapat menjual sekitar 3.000-4.000 potong pakaian.

Belajar dari kedua kasus tersebut, tampak bahwa ada perbedaan nilai di antara mereka yang bekerja secara online dan yang mengandalkan cara klasik. Cara bisnis dan ukuran yang mereka gunakan untuk menilai berbeda. Di satu sisi, mereka yang mengandalkan teknologi internet, merasa tingkat penjualan yang dicapainya sudah menggembirakan bahkan memuaskan, meski jumlah penjualannya masih jauh di bawah jumlah penjualan pedagang klasik. Sementara, pedagang klasik justru sebaliknya, meskipun jumlah penjualannya jauh lebih tinggi di bandingkan dengan bisnis online, tetapi mereka merasa bisnisnya justru mengalami penurunan.

 

Tinjau kembali

Selain kedua kasus di atas, masih banyak dijumpai praktik bisnis online yang kurang berkembang bahkan merugi, karena beban investasi teknologi dan biaya distribusi barang yang tinggi. Sementara, masyarakat belum serta merta berubah, umumnya mereka masih menggunakan pola bisnis klasik. Selain itu, tidak sedikit pengembangan bisnis online yang kurang tepat dalam membuat kalkulasi. Dimana, banyak faktor yang kurang diperhitungkannya.

Belajar dari pengalaman-pengalaman itu, hendaknya para pebisnis online dapat meninjau kembali sistem bisnisnya, agar energi dan modal mereka tidak terkuras habis dalam usaha menggapai harapan. Para pebisnis perlu belajar dan meneliti faktor-faktor yang terkait dengan bisnis yang dikembangkannya.

Sebaiknya pebisnis online tidak apriori terlebih dahulu terhadap sistem bisnis klasik yang telah berlangsung selama ini. Keterbukaan untuk terus belajar akan menghantarkannya menggapai kesuksesan sesuai harapan.

 

Penutup

Era online memang tidak dapat dihindari lagi. Namun, para pelaku bisnis yang ingin bermigrasi perlu belajar dan memahami sistem bisnis yang akan dikembangkannya secara terinci. Sebaiknya para pebisnis tidak sekedar menyerap teknologi dan menghabiskan energi. Jangan sekedar mengganti pola, karena beda nilai. Sebaiknya para pebisnis terus belajar, agar proses perubahan berlangsung sesuai dengan harapan.

 

Penulis:

Budi Sutedjo Dharma Oetomo, S.Kom., MM

(dimuat Harian Bernas, Rabu, 11 Januari 2017)