Sepanjang tahun 2017 lalu, bisnis rintisan berbasis internet (startup business) terus didengungkan para ahli dan pelaku teknologi informasi (TI). Di masa depan, bisnis rintisan dipercaya menjadi solusi bisnis yang jitu dengan memanfaatkan eksplorasi TI. Bahkan, pada medio Oktober lalu, Presiden Joko Widodo telah mengingatkan telah terjadi pergeseran dari bisnis konvensional menuju bisnis berbasis internet (online) di Indonesia.
Namun dalam dua tahun terakhir, tidak sedikit bisnis rintisan yang berguguran sebelum pendirinya menikmati keuntungan yang direncanakan. Di tahun 2016, Uber sebagai raksasa transportasi online disebut merugi hingga Rp. 29 T (beritasatu.com). Sementara tahun 2017, raksasa telekomunikasi Indonesia, yaitu Indosat (Ooredoo) telah mengakhiri layanan e-commerce Cipika, dan PT. XL Axiata, Tbk telah melepas Elevina.
Kenyataan pahit yang dihadapi para pelaku bisnis rintisan itu hendaknya tidak dijadikan momok bagi generasi selanjutnya. Oleh karena itu, hendaknya kegagalan itu dapat dipelajari, sehingga generasi selanjutnya dapat memperoleh pengetahuan untuk membangun model bisnis rintisan yang menguntungkan.
Masa transisi
Jika memperhatikan kondisi saat ini, sebenarnya Indonesia belum benar-benar dapat digolongkan sebagai negara yang memasuki era bisnis online. Meski sudah ada pelaku bisnis rintisan dan konsumennya, tetapi jumlah mereka masih sangat kecil dibandingkan dengan bisnis konvensional. Di awal Oktober 2017, Ekonom INDEF Bhima Yudhistira mengungkap bahwa perdagangan online di Indonesia baru memberi sumbangsih 1% dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia (beritasepuluh.com).
Oleh karena itu, sebaiknya para pelaku bisnis tidak serta merta mengabaikan dukungan media atau sarana konvensional untuk promosi dan pengembangan bisnis rintisannya. Selain itu, para pelaku bisnis rintisan harus rajin untuk mensosialisasikan bisnis online tersebut dan memberikan pelatihan-pelatihan bagi masyarakat, agar mereka dapat benar-benar melek dan terampil dalam mengaksesnya.
Informasi yang membangun
Sementara itu, para pelaku bisnis rintisan perlu mengevaluasi informasi-informasi yang selama ini disajikan dalam situs bisnisnya. Apakah informasi-informasi itu benar-benar dapat menumbuhkan kepercayaan konsumen online tentang kualitas produk, ketepatan layanan dan keamanan transaksi.
Tidak cukup hanya mengkritalkan kepercayaan mereka, pelaku bisnis rintisan juga perlu mengembangkan cara-cara baru dalam memupuk relasi dengan mereka, agar mereka dapat menjadi pelanggan yang setia. Selain itu, pelaku bisnis juga perlu memberikan pengetahuan tentang produk dan sistem online yang dijadikan sarana utama, serta membentuk pola belanja yang terencana dan teratur. Dengan demikian, pelanggan akan mendapatkan manfaat selain kemudahan dan kecepatan dalam bertransaksi.
Peremajaan situs
Perlu diperhatikan pula, bahwa para konsumen online cepat mengalami kebosanan untuk mengakses situs bisnis rintisan, sehingga pengelola harus menjadwal dan menganggarkan dana peremajaan situs secara teratur.
Peremajaan dapat dilakukan dengan membarui tampilan utama dan informasi-informasi yang disajikan. Selain itu, pengelola bisnis dapat mengembangkan sistem promosi dan penjualan yang merangsang konsumen untuk melakukan pembelian berulang.
Ciptakanlah pola-pola penjualan yang kreatif dengan mengembangkan kerjasama dengan mitra-mitra usaha. Pola-pola kreatif dengan memanfaatkan pola barter tempo dulu juga dapat dihidupkan lagi dengan cara yang lebih kreatif dalam sistem online, seperti program penukaran koran bekas dengan buku, baju bekas dengan baju baru atau menukarkan printer bekas dengan tas. Tentu saja, pengelola dapat menyusun syarat sebagai dasar transaksi.
Perhitungan yang rasional
Tidak kalah pentingnya pula, pengelola perlu melakukan perhitungan yang rasional, karena banyak bisnis rintisan berguguran, karena penerapan subsidi yang sangat besar baik terhadap harga jual produk maupun ongkos kirim. Di kalangan para pelaku bisnis rintisan, langkah itu dikenal dengan istilah “bakar uang”. Hal itu dilakukan pelaku bisnis rintisan dengan tujuan menarik perhatian dan mendorong calon konsumen melakukan pembelian.
Namun, perlu disadari pola itu tidak akan mampu mempertahankan konsumen dalam jangka panjang, karena biaya subsidi yang akan terus membengkak. Seharusnya, para pelaku bisnis rintisan lebih bertumpu pada peningkatan nilai tambah, nilai guna, nilai kebanggaan dan nilai kepuasan konsumen dari pada penambahan potongan harga dan pembebasan ongkos kirim.
Penutup
Di awal tahun 2018 ini, para pelaku bisnis rintisan dapat mulai menata kembali bisnis rintisan yang dikembangkannya. Sebaiknya, perlu dipikirkan perubahan pola subsidi, agar para pelaku bisnis rintisan tidak kehabisan modal yang diperoleh dari para investor. Saatnya, bisnis rintisan dikembangkan dengan meningkatkan nilai tambah, nilai guna, nilai kebanggan dan nilai kepuasan konsumen.
Penulis:
Budi Sutedjo Dharma Oetomo, S.Kom., MM
(Dimuat di Harian Bernas, 3 Januari 2018)