Saat ini, kehadiran aneka bisnis rintisan (baca: startup) buah kreativitas generasi internet perlu diapresiasi. Dibukanya bisnis-bisnis itu telah menandai dimulainya jaman baru. Di mana, teknologi internet telah menjadi sarana untuk menggantikan pasar tradisional tempat bertemunya penjual dan pembeli secara faktual.
Mereka telah mengeksplorasi teknologi untuk menciptakan toko-toko yang melayani konsumen lewat situs-situs web dan aplikasi media sosial. Mereka telah menggulirkan trend baru dengan menciptakan sistem bisnis berbasis teknologi yang tidak sarat modal. Bisnis itu justru dengan cepat membentuk koneksi dan relasi yang bergulir bagai bola salju yang makin lama makin besar. Bahkan tanpa diduga, sistem itu telah menggoncang bisnis konvensional .
Kondisi itu telah membuat bisnis rintisan menjadi primadona bagi generasi internet. Kini, sejumlah pengusaha yang sudah mapan pun berusaha beralih ke bisnis berbasis teknologi, agar bisnisnya tetap eksis dan tidak tergerus jaman.
Meski perkembangan bisnis rintisan menunjukkan trend positif, tetapi bukan berarti bisnis rintisan tidak dihadapkan pelbagai problem. Dari pengamatan, “loyalitas konsumen” telah menjadi salah satu problem besar yang dihadapi para pengelola.
Loyalitas konsumen
Bukan rahasia lagi, bila perjuangan terberat dari mereka adalah membangun loyalitas konsumen. Di mana para konsumen dilayani dengan sebaik-baiknya, agar mereka terus mengkonsumsi produk-produk yang ditawarkan kepadanya dan menjadi pelanggan yang setia.
Di era bisnis rintisan ini, loyalitas konsumen tersebut dibangun melalui merek, produk dan layanan. Ketiga faktor itu sangat penting untuk menarik konsumen, agar mereka terus melakukan pembelian berulang.
Tiga faktor penting
Pengembang bisnis rintisan perlu membangun merek (brand) yang “kuat” dan berdaya pikat. Apalagi merek bukan sekedar nama. Namun, merek menumbuhkan persepsi tentang keaslian dan kualitas produk, trend, gaya gaul dan kepuasan yang akan diperoleh konsumen. Oleh karena itu, pengembang bisnis rintisan harus memberi perhatian yang ekstra dalam penentuan merek.
Ironisnya, meski merek dinilai sangat menentukan dalam bisnis rintisan, tetapi sejauh ini belum ada program studi di perguruan tinggi yang dikhususkan untuk mendalami dan meneliti tentang merek. Selain itu, para mahasiswa yang notabene generasi pengembangan bisnis rintisan masih belum mendapatkan pembekalan yang memadai untuk studi dan pembuatan merek.
Faktor penting kedua adalah produk yang menjadi komoditas untuk dipertukarkan. Di sini, para pengembang dihadapkan pada tantangan untuk menciptakan disain produk yang ergonomis (nyaman) dan sporty, serta terkesan gaul dan kreatif. Hal itu menjadi pekerjaan rumah yang tidak mudah mengingat tingkat pelanggaran hak cipta juga tinggi. Kiranya para akademisi dan periset di program studi Desain Produk dapat berpartisipasi untuk menjawab tantangan ini.
Selain itu, hendaknya pengembang dapat menciptakan aneka pilihan produk, sehingga pelbagai kebutuhan dan keinginan konsumen dapat dipenuhi dan mereka akan terus melakukan pembelian berulang. Apalagi bila konsumen dapat menjangkau harga produk yang ditawarkan.
Faktor penting selanjutnya adalah layanan, dimana kecepatan respons, kecermatan perhitungan, ketepatan waktu pengiriman, kemudahan prosedur bertransaksi, serta keterbukaan informasi telah menjadi ukuran dari kualitas layanan suatu bisnis rintisan. Para konsumen sudah tidak lagi membutuhkan keramahan pramuniaga, fasilitas-fasilitas tambahan seperti AC, layanan bungkus kado dan lain sebagainya.
Namun, tidak sedikit para pengembang yang masih menerapkan sistem pengelolaan bisnis konvensional, karena mereka kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman mengelola bisnis rintisan. Akibatnya, terjadi benturan antara sistem konvensional dan bisnis rintisan yang berujung pada kegagalan.
Tantangan
Para pengembang memiliki pekerjaan rumah untuk mewujudkan ketiga faktor utama tersebut secara seimbang. Oleh karena itu, keterampilan berteknologi saja tidak cukup. Mereka harus terus membaca dan belajar dari berbagai pustaka dan media, serta narasumber yang kompeten dan objektif.
Selain itu, mereka harus terus mempelajari perilaku, kebutuhan dan keinginan konsumen, agar mereka semakin mengenali para konsumen dan memantau pergerakannya. Apalagi di pasar online banyak tersedia produk-produk substitusi yang ditawarkan dengan harga yang lebih rendah.
Tantangan lain yang harus diperhatikan para pengembang, yaitu keamanan bertransaksi dan mutu produk, serta ketepatan waktu pengiriman. Oleh karena itu, para pengembang perlu menjalin kemitraan dengan bank, membentuk satuan tugas pengontrol mutu, serta bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan pengirimanan barang.
Penutup
Bisnis rintisan memang dibangun dengan sarana teknologi. Namun, bukan berarti para pengembang hanya cukup menumbuhkan keterampilan berteknologi atau mengandalkan para pengembang perangkat lunak semata. Kini saatnya, para pengembang harus belajar lagi. Ikutilah seminar dan bacalah buku-buku yang mendalami topik-topik yang terkait bisnis rintisan, seperti merek, desain produk digital, pemasaran online, dan lain sebagainya.
Penulis:
Budi Sutedjo Dharma Oetomo, S.Kom., MM
(Dimuat di Harian Bernas, 17 Januari 2018)